Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KEMUHAMMADIYAHAN 5.2.A.

 

MENGENAL TOKOH-TOKOH MUHAMMADIYAH

Marilah kita terlebih dahulu mengenal tokoh-tokoh Muhammadiyah agar kita bisa meneladaninya.

A.  KH. MAS MANSYUR

            Pada tahun 1906, ketika Mas Mansyur berusia 10 tahun, dia dikirim oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Demangan, Bangkalan, Madura.  Dia disana mengkaji Al-Qur’an dan mendalami kitab Alfiyah ibnu Malik kepada Kiai Khalil.  Kurang lebih dua tahun, Kiai Khalil meninggal dunia, sehingga Mas Mansyur kembali ke Surabaya.

            Pada mulanya ayah Mas Mansyur tidak mengizinkannya ke Mesir karena citra Mesir (Kairo) saat itu kurang baik di mata ayahnya.  Namun, Mas Mansyur tetap berangkat tanpa izin orang tuanya.  Oleh karena itu, dia sering berpuasa Senin dan Kamis dan mendapatkan uang dan makanan dari masjid-masjid.

            Di Mesir, beliau belajar di Perguruan Tinggi Al-Azhar pada Syaikh Ahmad Maskawih.  Suasana pada saat itu sedang gencar-gencarnya membangun dan menumbuhkan semangat kebangkitan nasionalisme dan pembaharuan.  Beliau memanfaatkan  kondisi ini dengan membaca tulisan-tulisan yang tersebar di media massa dan mendengarkan pidato-pidatonya.  Sebelum pulang ke tanah air, terlebih dulu beliau singgah di Makkah selama satu tahun dan pulang ke Indonesia pada tahun 1915.  Lalu, ia menikah dengan putrid Haji Arif yaitu Siti Zakijah yang tinggalnya tidak jauh dari rumahnya.  Di samping itu, ia juga menikah dengan Halimah.

            Peristiwa yang beliau saksikan dan alami di Makkah, yaitu terjadinya pergolakan politik, dan di Mesir, yaitu munculnya gerakan nasionalisme.  Ia dipercaya sebagai Penasehat Pengurus Besar SI.  Pikiran-pikiran pembaharuannya dituangkannya dalam media massa.  Majalah yang pertama kali diterbitkan bernama Soeara Santri   pada tahun 1921, beliau masuk organisasi Muhammadiyah.  Beliau pernah menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, setelah itu menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur.  Puncaknya adalah ketika Mas Mansyur menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah pada tahun 1937-1943. Yang dikukuhkan dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Jogjakarta bulan Oktober 1937.

            Banyak hal pantas di catat sebelum Mas Mansyur terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah.  Beliau bertindak disiplin dalam organisasi.  Sidang-sidang Pengurus Besar Muhammadiyah selalu diadakan tepat pada waktunya.  Kepemimpinannya ditandai dengan kebijaksanaan baru yang disebut Langkah Muhammadiyah 1938-1949.  Ketika pecah perang kemerdekaan, Mas Mansyur belum sembuh benar dari sakitnya.  Namun, beliau tetap ikut berjuang memberikan semangat kepada barisan pemuda untuk melawan kedatangan tentara Belanda (NICA).  Akhirnya beliau ditangkap dan dipenjarakan di Kalisosok.  Kemudian beliau meninggal ditahanan pada tanggal 25 April 1946.  Jenazah beliau dimakamkan di Gipo Surabaya.

Nah, sekarang kalian cukup membaca dan memahami materi di atas ya, serta kalian catat hal - hal yang menurut kalian penting di buku tulis!

"Semangat Membaca"